Bercerita tentang perjuangan hidup seorang remaja, HAMID, dan
keluarganya yang serba kekurangan namun selalu tabah dan sabar. Ia hidup
bersama ayahnya seorang tukang mengambil sampah yang sakit-sakitan, ibu
yang buta, dan dua adik perempuannya, IZZAH dan ALIYA. Dengan kejujuran
dan keteguhannya meneladani akhlak Rasulullah Saw., Hamid dan
adik-adiknya akhirnya menemukan balasan yang baik.
Hamid biasa membawa gerobak sampah mengambili sampah di rumah-rumah di
kotanya. Di sebuah rumah mewah, Hamid menemukan buku-buku yang dibuang
di tempat sampah. Ia sempat memastikan kepada satpam bahwa buku itu
tidak salah buang. Ternyata memang dibuang, maka Hamid mengambilnya dan
di bawa pulang untuknya dan adik-adiknya. Dari salah satu buku tersebut
ternyata ada sebuah diary cantik yang Izzah langsung gunakan untuk
menyalin puisi-puisi bikinannya.
Hamid dan adik-adinya harus menghadapi masa-masa susah. Ayahnya yang
jatuh sakit, tidak ada biaya berobat, hutang ayahnya yang terus ditagih,
rumah yang ditempati sudah lebih empat bulan belum dibayar sewanya
hingga terancam untuk diusir. Akhirnya sakit sang ayah yang sesungguhnya
tidak bisa disembunyikan setelah sang ayah muntah darah, dan setelah
Ustadzh Mustofa, Gurun Ngaji Hamid, menengok dan memaksa membawa ayah
Hamid ke rumah sakit. Maka diketahuilah penyakit Pak Rosid, ayah Hamid,
sesungguhnya yaitu kanker paru-paru. Secara medis umur Pak Rosid tidak
lama bertahan.
Pak Rosid, ayah Hamid akhirnya tak tertolong. Namun sebelum meninggal,
sempat berwasiat, bahwa dulu ayahnya punya tanah 2000 meter yang
dipinjam oleh temannya bernama Guntur Samaji untuk ikut pemilihan kepala
desa. Janjinya segera dikembalikan. Ternyata Guntur Samaji kalah. Tidak
jadi lurah. Dan tanah 2000 meter yang dipinjam Guntur tidak
dikembalikan. Sampai akhirnya Guntur menghilang. Hingga Rosid dapat
informasi bahwa Guntur kini jadi orang kaya di Bogor. Pak Rosid
berwasiat agar Hamid mendatangi Guntur dan meminta tanah itu.
Akhirnya setelah ayahnya wafat, Hamid disertai ustadz Mustofa
mendatangi rumah Guntur. Kedatangan Hamid yang minta pinjaman tanah
dikembalikan, ditanggapi sinis oleh Guntur. Guntur bahkan mengatakan
tidak kenal ayah Hamid. Atas prilaku Guntur, ibu Hamid, MARIYAM, meminta
agar Hamid menyerahkan semuanya kepada Allah.
Hamid tak kenal lelah sekolah sambil mencari biaya untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya. Karena kejujuran Hamid, ia ditawari menemani
orang Jepang yang menginap di sebuah villa di puncak. Suatu hari, Orang
Jepang itu dirampok dan nyaris mati kalau tidak karena jasa keberanian
Hamid melawan perampok. Akhirnya orang Jepang itu selamat, Hamid dan
adiknya mendapat hadiah berlimpah dari orang Jepang itu sekaligus
beasiswa.
Hamid sangat bersyukur atas segala karunia yang ia dapatkan. HAMID
selalu yakin bahwa semua kebaikan akan mendapatkan kebaikan. Dan semua
kebaikan yang ia lakukan karena ia sangat mencintai Baginda Nabi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar